Bisnis domba dan kambing merupakan bisnis yang selalu tumbuh, karena Indonesia didominasi oleh penduduk muslim. Selama masih ada tradisi kurban, akikah dan syukuran, maka spiritual market di Indonesia tidak akan pernah mati
Jalanan berliku dengan suasana sejuk dan asri, menjadi pemandangan yang disuguhkan menuju Desa Ciburayut, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa yang dikelilingi perbukitan dan Gunung Salak serta Gunung Gede Pangrango ini memiliki suhu lingkungan rata-rata 27°C. Kondisi ini sangat cocok untuk beternak domba, sehingga ternak tidak mengalami stres panas, seperti yang dilakukan oleh pengusaha dan praktisi penggemukan domba, bernama Haji Nurdin.
Berihwal dari orang tua yang menekuni bisnis kambing dan domba, pria yang kerap disapa Nurdin ini diwarisi ilmu terkait beternak hewan ruminansia kecil ini. “Usaha milik orang tua sudah terkenal, tetapi mereka tidak memberi modal untuk usaha ini kepada saya termasuk tiga saudara yang lainnya. Kami hanya dibekali ilmu oleh orang tua,” kenang Nurdin pada TROBOS Livestock.
Tak pelak hal tersebut menjadi pemacu semangat Nurdin untuk berkecimpung di bisnis domba atau pun kambing, walaupun dengan modal yang pas-pasan pada 2008. Memulai usahanya dengan membudidayakan kambing jenis etawa dan senduro, ia mulai melirik domba sekitar 2012 – 2013 dan menamai peternakannya Kampung Domba Gunung Salak.
“Pada 2017 baru resmi terdaftar sebagai CV (Commanditaire Vennootschap), yang terdiri dari komoditas ternak domba, kambing dan sapi potong. Segmentasi pasar kami yaitu untuk akikah, kurban, pedagang sate serta restoran. Untuk pedagang sate dan restoran, ternaknya dipotong di sini, sedangkan untuk akikah, ternaknya dikirim langsung,” jelasnya.
Manajemen Perkandangan
Selain penggemukan, kandang milik Nurdin ini juga dimanfaatkan sebagai kandang transit. Kandang transit tersebut maksudnya adalah domba hanya tinggal selama dua hari, kemudian dijual kembali. Sementara untuk penggemukan biasanya akan penuh di bulan puasa dan menjelang hari raya Idul Adha. Sehingga, untuk saat ini populasinya hanya sebanyak 100 ekor dengan variasi usia 5 – 7 bulan dan 2 – 2,5 tahun.
“Kami memiliki mitra peternak yang masing-masing populasinya berbeda disesuaikan dengan kemampuannya untuk memelihara. Pada 2018 lalu jumlah populasi domba yang dipelihara oleh peternak ada yang mencapai 1.200 ekor. Tetapi masuknya secara bertahap setiap minggu, tidak langsung 1.200 ekor,” katanya.
Untuk saat ini, lanjut Nurdin, mitranya kurang lebih 15 orang dan rencananya akan menambah mitra di wilayah Bubulak, Bogor, Jawa Barat. Pada kandang penggemukan, domba akan digemukkan selama 3 bulan. Rata-rata umurnya pada saat akan digemukkan adalah 5 bulan, sehingga ketika dipanen umurnya telah mencapai 8 bulan 10 hari.
Pengurus kandang Kampung Domba, Muhammad Akbar, mengungkapkan domba yang baru datang wajib dicukur bulunya menggunakan mesin cukur. “Setelah dicukur, domba disuntik dan dimandikan. Biasanya disuntik banti kutu, vitamin dan obat cacing, kemudian baru masuk kandang,” terang pria yang disapa Akbar ini.
Sementara untuk domba yang hanya transit, tidak perlu dilakukan pencukuran. Lebih lanjut Trainer dan Praktisi Ternak, Sholeh Amin mengatakan selepas bulu domba dicukur akan dimandikan dan diberi obat standar, yaitu obat cacing, vitamin dan antibiotik. Jika ada kasus kutu, baru domba diberi obat dengan injeksi subkutan.
“Domba di kandang sini dominasinya tidak dipelihara dalam waktu lama, karena hanya kandang transit. Sehingga, relatif tidak banyak penyakit yang menyerang domba. Justru di penggemukan banyak ditemui kasus penyakit, sebab dipelihara dalam waktu 3 bulan, tetapi sebelum ternak datang kami antisipasi dengan memberi suntikan vitamin dan antibiotik guna anti stres setelah dalam perjalanan,” papar Sholeh.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 244/Januari 2020
Sumber : http://troboslivestock.com/detail-berita/2020/01/01/8/12518/beternak-doka-di-lereng-gunung-salak
Sumber : http://troboslivestock.com/detail-berita/2020/01/01/8/12518/beternak-doka-di-lereng-gunung-salak